Teknik
akuntansi berbasis
akrual memiliki fitur pencatatan dimana transaksi sudah dapat dicatat pada
saat terjadinya transaksi
karena transaksi tersebut memiliki implikasi uang masuk atau keluar di masa
depan. Transaksi dicatat pada saat terjadinya walaupun uang belum benar-benar diterima
atau dikeluarkan. Dengan kata lain basis akrual digunakan untuk pengukuran
aset, kewajiban dan ekuitas dana.
Di
ranah internasional, proses transisi dari dasar kas ke akrual telah dimulai
jauh sejak tahun 70-an oleh Chile, yang diikuti oleh New Zealand pada tahun
1990 dan USA serta Australia pada tahun 1997. Pada era 2000, langkah ini
diikuti oleh hampir 22 negara dari 30 negara anggota OECD, kemudian disusul
oleh Malaysia dan Tanzania, pada tahun 2001 oleh Inggris dan Kanada, tahun 2003
oleh Afrika Selatan dan di tahun 2005 oleh Negara-negara anggota Uni Eropa.
Akan tetapi, meskipun telah banyak negara telah memulai usaha untuk melakukan proses transisi
ini, sebagian besar negara-negara
di dunia lebih menerapkan politik “wait and see” mengenai proses transisi ini. Sikap “wait and see” yang diambil oleh
sebagian besar negara-negara ini disebabkan oleh masih terjadinya perdebatan
akan perimbangan besarnya biaya/resiko dan manfaat yang akan diperoleh dari
proses transisi ini. IFAC dan European Federation of Accountant telah memberi
peringatan kepada negara-negara
yang akan dan telah melakukan proses transisi ini untuk lebih memperhatikan
kondisi, prioritas dan karakter lokal Negara masing-masing, selain pentingnya
pra-kondisi yang diperlukan untuk keberhasilan implementasi transisi. Dilain
pihak, organisasi penyusun standar akuntansi internasional sendiri seperti IFAC
dan IPSAS meski telah mengalami banyak kemajuan dalam menyusun standar
akuntansi internasional dengan dasar akrual, masih belum mampu menghasilkan
standar yang lengkap dan komprehensif.
Ada
beberapa manfaat yang dapat diperoleh atas penerapan basis akrual, baik bagi
pengguna laporan (user) maupun bagi
pemerintah sebagai penyedia laporan keuangan. Manfaat tersebut antara lain:
1.
Dapat
menyajikan laporan posisi keuangan pemerintah dan perubahannya;
2.
Memperlihatkan
akuntabilitas pemerintah atas penggunaan seluruh sumber daya;
3.
Menunjukkan
akuntabilitas pemerintah atas pengelolaan seluruh aktiva dan kewajibannya yang
diakui dalam laporan keuangan;
4.
Memperlihatkan
bagaimana pemerintah mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
5.
Memungkinkan
user untuk:
a.
Mengevaluasi
kemampuan pemerintah dalam medanai aktivitasnya dan dalam memenuhi kewajiban
dan komitmennya;
b.
Mengevaluasi
kinerja, posisi keuangan dan arus kas pemerintah dalam hal biaya pelayanan,
efisiensi dan penyampaian pelayanan;
c.
Menilai
akuntabilitas pengelolaan seluruh sumber daya oleh suatu entitas;
6. Membantu user dalam pembuatan keputusan tentang penyediaan sumber daya atau
melakukan bisnis dengan entitas;
7. Menunjukkan bagaimana pemerintah
membiayai aktivitas-aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan dananya;
8. Memungkinkan pengguna laporan untuk
mengevaluasi kemampuan pemerintah saat ini untuk membiayai
aktivitas-aktivitasnya dan untuk memenuhi kewajiban-kewajian dan
komitmen-komitmennya;
9. Menunjukkan posisi keuangan pemerintah
dan perubahan posisi keuangannya;
10. Memberikan kesempatan pada pemerintah
untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan sumber daya yang dikelolanya;
11. Bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam hal efisiensi dan efektifivitas penggunaan sumber daya.
Keberhasilan
perubahan akuntansi pemerintahan agar
dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel
memerlukan upaya dan kerja sama dari berbagai pihak. Jika penerapan akuntansi berbasis kas menuju akrual saja
masih banyak menghadapi
hambatan, apalagi jika pemerintah akan menerapkan akuntansi
berbasis akrual. Beberapa
tantangan dalam implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual adalah sebagai
berikut:
1.
Kompleksitas laporan keuangan
Laporan yang harus disiapkan oleh pemerintah menjadi
bertambah, yaitu berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo
Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan
Perubahan Ekuitas serta Catatan atas Laporan Keuangan tanpa membedakan laporan
pokok dan laporan pendukung. Hal tersebut dapat berdampak pada perubahan sistem
akuntansi pemerintah yang pada akhirnya akan mebuat alokasi anggaran menjadi
cukup besar.
2.
Kondisi Pemerintah
Kondisi pemerintah meliputi sumber daya manusia dan
infrastruktur untuk menerapkan Sistem Akuntansi Pemerintah berbasis akrual
serta kualitas laporan keuangan pemerintahan yang disusun berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 yang belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan
tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya laporan keuangan yang
mendapat opini disclaimer dari Badan
Pemeriksa Keuangan.
3.
Dampak Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah Berbasis
Akrual
Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah berbasis akrual
dapat berdampak pada jangka waktu penyelesaian dan penyampaian laporan keuangan
serta dapat berpengaruh terhadap jangka waktu pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan mengingat laporan yang harus disiapkan lebih banyak dari Sistem Akuntansi
Pemerintah sebelumnya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005.
4.
Sistem
Akuntansi dan IT Based System
Melihat
kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual, dapat dipastikan bahwa
penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan
memerlukan sistem akuntansi dan IT based system yang lebih rumit.
5.
Komitmen
dari pimpinan
Dukungan
yang kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan.
Salah satu penyebab kelemahan penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa
Kementerian/Lembaga adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja khususnya
SKPD penerima dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan.
6.
Resistensi
terhadap perubahan
Sebagai
layaknya untuk setiap perubahan, bisa jadi ada pihak internal yang sudah
terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Untuk
itu, perlu disusun berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi
sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan
baik.
7.
Sumber daya manusia yang ada belum memadai baik secara
kuantitas maupun kualitas.
8.
Standar audit belum seragam dan pedoman pengawasan yang
ada belum lengkap dan memadai.
Kendala yang
dihadapi oleh Pemerintan Daerah dalam penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah
berbasis akrual tidak kalah peliknya, antara lain:
1. Kualitas sumber daya manusia yang belum memadai
Persoalan
ini sangat mendasar mengingat mekanisme perekrutan PNS yang masih terpusat,
meskipun kewenangan untuk pelaksanaan program peningkatan kualitas SDM ada di
pemerintah daerah. Apalagi
dengan adanya pemekaran
daerah, hal ini menjadi
persoalan tersendiri ketika SDM yang terbatas kemudian harus dibagi lagi.
2. Struktur
organisasi
Sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, Pemerintah Daerah harus menyusun struktur organisasi
baru dimana ruang untuk akuntansi semakin terbuka. Namun, rendahnya kualitas
dan kuantitas SDM akuntansi menjadi persoalan yang semakin berat.
3. Aspek
regulasi
Ketidakkonsistenan
dalam penerbitan peraturan perundangan terkait akuntansi pemerintahan
mengakibatkan Pemerintah Daerah kurang serius
untuk melaksanakan akuntansi. Pemerintah Daerah
merasa dijadikan objek karena beberapa petunjuk teknis atau pedoman pelaksanaan
tidak sejalan.
4. Aspek
sosialisasi dan pendampingan
Sosialisasi
oleh Kementerian Dalam Negeri, Komite Standar Akuntansi Pemerintah, Badan
Pemeriksa Keuangan dan pihak-pihak lain telah berjalan, tetapi masih sangat
kurang. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain masalah
pendanaan serta wilayah dengan akses transportasi yang cukup sulit seperti
wilayah-wilayah di pedalaman Kalimantan atau Papua.
5.
Pemberian sanksi
Sampai dengan saat ini tidak ada sanksi yang diberikan
kepada Pemerintah Daerah apabila tidak melaksanakan Sistem Akuntansi
Pemerintah. Opini Badan Pemeriksa Keuangan berupa “Tidak Wajar” atau
“Disclaimer” hanya sekedar opini, tidak ada akibat hukum apapun. Dengan tidak
adanya sanksi yang tegas maka dapat mengakibatkan pelaksanaan yang tidak
serius.
6.
Kemauan Politik
Pelaksanaan Sistem Akuntansi Pemerintah sangat terkait
dengan itikad pimpinan atau kemauan politik pemegang kekuasaan. Dengan
diterapkannya sistem yang baik akan memperkecil ruang untuk melakukan
penyimpangan, sehingga apabila tidak ada komitmen yang kuat dari pimpinan maka
sistem tersebut tidak akan berjalan dengan baik.
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah dan dengan didukung sosialisasi dan
persiapan SDM yang matang, diharapkan akuntanbilitas dan transparansi dalam
pengelolalan keuangan negara dapat tercapai. Pengelolaan keuangan yang
akuntabel dan transparan pada akhirnya diharapkan dapat mendorong peningkatan
kesejahteraan rakyat.
bacaan:
1.
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2.
PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Sistem Akuntansi
Pemerintah.
3.
PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah.
4.
Makalah Binsar H. Simanjuntak “Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Sektor Pemerintahan di Indonesia”
pada Kongres XI Ikatan Akuntan
Indonesia di Jakarta, 9 Desember 2010.
No comments:
Post a Comment