September 12, 2011

Tantangan Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual dalam Sistem Akuntansi Pemerintah


Teknik akuntansi berbasis akrual memiliki fitur pencatatan dimana transaksi sudah dapat dicatat pada saat terjadinya transaksi karena transaksi tersebut memiliki implikasi uang masuk atau keluar di masa depan. Transaksi dicatat pada saat terjadinya walaupun uang belum benar-benar diterima atau dikeluarkan. Dengan kata lain basis akrual digunakan untuk pengukuran aset, kewajiban dan ekuitas dana.

Di ranah internasional, proses transisi dari dasar kas ke akrual telah dimulai jauh sejak tahun 70-an oleh Chile, yang diikuti oleh New Zealand pada tahun 1990 dan USA serta Australia pada tahun 1997. Pada era 2000, langkah ini diikuti oleh hampir 22 negara dari 30 negara anggota OECD, kemudian disusul oleh Malaysia dan Tanzania, pada tahun 2001 oleh Inggris dan Kanada, tahun 2003 oleh Afrika Selatan dan di tahun 2005 oleh Negara-negara anggota Uni Eropa. Akan tetapi, meskipun telah banyak negara telah memulai usaha untuk melakukan proses transisi ini, sebagian besar negara-negara di dunia lebih menerapkan politik “wait and see” mengenai proses transisi ini. Sikap “wait and see” yang diambil oleh sebagian besar negara-negara ini disebabkan oleh masih terjadinya perdebatan akan perimbangan besarnya biaya/resiko dan manfaat yang akan diperoleh dari proses transisi ini. IFAC dan European Federation of Accountant telah memberi peringatan kepada negara-negara yang akan dan telah melakukan proses transisi ini untuk lebih memperhatikan kondisi, prioritas dan karakter lokal Negara masing-masing, selain pentingnya pra-kondisi yang diperlukan untuk keberhasilan implementasi transisi. Dilain pihak, organisasi penyusun standar akuntansi internasional sendiri seperti IFAC dan IPSAS meski telah mengalami banyak kemajuan dalam menyusun standar akuntansi internasional dengan dasar akrual, masih belum mampu menghasilkan standar yang lengkap dan komprehensif.

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh atas penerapan basis akrual, baik bagi pengguna laporan (user) maupun bagi pemerintah sebagai penyedia laporan keuangan. Manfaat tersebut antara lain:
1.     Dapat menyajikan laporan posisi keuangan pemerintah dan perubahannya;
2.     Memperlihatkan akuntabilitas pemerintah atas penggunaan seluruh sumber daya;
3.     Menunjukkan akuntabilitas pemerintah atas pengelolaan seluruh aktiva dan kewajibannya yang diakui dalam laporan keuangan;
4.     Memperlihatkan bagaimana pemerintah mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
5.     Memungkinkan user untuk:
a.      Mengevaluasi kemampuan pemerintah dalam medanai aktivitasnya dan dalam memenuhi kewajiban dan komitmennya;
b.      Mengevaluasi kinerja, posisi keuangan dan arus kas pemerintah dalam hal biaya pelayanan, efisiensi dan penyampaian pelayanan;
c.      Menilai akuntabilitas pengelolaan seluruh sumber daya oleh suatu entitas;
6.     Membantu user dalam pembuatan keputusan tentang penyediaan sumber daya atau melakukan bisnis dengan entitas;
7.     Menunjukkan bagaimana pemerintah membiayai aktivitas-aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan dananya;
8.     Memungkinkan pengguna laporan untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah saat ini untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dan untuk memenuhi kewajiban-kewajian dan komitmen-komitmennya;
9.     Menunjukkan posisi keuangan pemerintah dan perubahan posisi keuangannya;
10.  Memberikan kesempatan pada pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan pengelolaan sumber daya yang dikelolanya;
11.  Bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektifivitas penggunaan sumber daya.

Keberhasilan perubahan akuntansi pemerintahan agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih transparan dan lebih akuntabel memerlukan upaya dan kerja sama dari berbagai pihak.  Jika penerapan akuntansi berbasis kas menuju akrual saja masih banyak menghadapi hambatan, apalagi jika pemerintah akan menerapkan akuntansi berbasis akrual. Beberapa tantangan dalam implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual adalah sebagai berikut:
1.     Kompleksitas laporan keuangan
Laporan yang harus disiapkan oleh pemerintah menjadi bertambah, yaitu berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas serta Catatan atas Laporan Keuangan tanpa membedakan laporan pokok dan laporan pendukung. Hal tersebut dapat berdampak pada perubahan sistem akuntansi pemerintah yang pada akhirnya akan mebuat alokasi anggaran menjadi cukup besar.
2.     Kondisi Pemerintah
Kondisi pemerintah meliputi sumber daya manusia dan infrastruktur untuk menerapkan Sistem Akuntansi Pemerintah berbasis akrual serta kualitas laporan keuangan pemerintahan yang disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 yang belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya laporan keuangan yang mendapat opini disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan.
3.     Dampak Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah berbasis akrual dapat berdampak pada jangka waktu penyelesaian dan penyampaian laporan keuangan serta dapat berpengaruh terhadap jangka waktu pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan mengingat laporan yang harus disiapkan lebih banyak dari Sistem Akuntansi Pemerintah sebelumnya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005.
4.     Sistem Akuntansi dan IT Based System
Melihat kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual, dapat dipastikan bahwa penerapan akuntansi berbasis akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan sistem akuntansi dan IT based system yang lebih rumit.
5.     Komitmen dari pimpinan
Dukungan yang kuat dari pimpinan merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Salah satu penyebab kelemahan penyusunan Laporan Keuangan pada beberapa Kementerian/Lembaga adalah lemahnya komitmen pimpinan satuan kerja khususnya SKPD penerima dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan.
6.     Resistensi terhadap perubahan
Sebagai layaknya untuk setiap perubahan, bisa jadi ada pihak internal yang sudah terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan untuk mengikuti perubahan. Untuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan dan dilakukan berbagai sosialisasi sehingga penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik.
7.     Sumber daya manusia yang ada belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas.
8.     Standar audit belum seragam dan pedoman pengawasan yang ada belum lengkap dan memadai.

Kendala yang dihadapi oleh Pemerintan Daerah dalam penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah berbasis akrual tidak kalah peliknya, antara lain:
1.     Kualitas sumber daya manusia yang belum memadai
Persoalan ini sangat mendasar mengingat mekanisme perekrutan PNS yang masih terpusat, meskipun kewenangan untuk pelaksanaan program peningkatan kualitas SDM ada di pemerintah daerah. Apalagi dengan adanya pemekaran daerah, hal ini menjadi persoalan tersendiri ketika SDM yang terbatas kemudian harus dibagi lagi.
2.     Struktur organisasi
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, Pemerintah Daerah harus menyusun struktur organisasi baru dimana ruang untuk akuntansi semakin terbuka. Namun, rendahnya kualitas dan kuantitas SDM akuntansi menjadi persoalan yang semakin berat.
3.     Aspek regulasi
Ketidakkonsistenan dalam penerbitan peraturan perundangan terkait akuntansi pemerintahan mengakibatkan Pemerintah Daerah kurang serius untuk melaksanakan akuntansi. Pemerintah Daerah merasa dijadikan objek karena beberapa petunjuk teknis atau pedoman pelaksanaan tidak sejalan.
4.     Aspek sosialisasi dan pendampingan
Sosialisasi oleh Kementerian Dalam Negeri, Komite Standar Akuntansi Pemerintah, Badan Pemeriksa Keuangan dan pihak-pihak lain telah berjalan, tetapi masih sangat kurang. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain masalah pendanaan serta wilayah dengan akses transportasi yang cukup sulit seperti wilayah-wilayah di pedalaman Kalimantan atau Papua.
5.     Pemberian sanksi
Sampai dengan saat ini tidak ada sanksi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah apabila tidak melaksanakan Sistem Akuntansi Pemerintah. Opini Badan Pemeriksa Keuangan berupa “Tidak Wajar” atau “Disclaimer” hanya sekedar opini, tidak ada akibat hukum apapun. Dengan tidak adanya sanksi yang tegas maka dapat mengakibatkan pelaksanaan yang tidak serius.
6.     Kemauan Politik
Pelaksanaan Sistem Akuntansi Pemerintah sangat terkait dengan itikad pimpinan atau kemauan politik pemegang kekuasaan. Dengan diterapkannya sistem yang baik akan memperkecil ruang untuk melakukan penyimpangan, sehingga apabila tidak ada komitmen yang kuat dari pimpinan maka sistem tersebut tidak akan berjalan dengan baik.

Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah dan dengan didukung sosialisasi dan persiapan SDM yang matang, diharapkan akuntanbilitas dan transparansi dalam pengelolalan keuangan negara dapat tercapai. Pengelolaan keuangan yang akuntabel dan transparan pada akhirnya diharapkan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat.

bacaan:
1.      UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2.      PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah.
3.      PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah.
4.      Makalah Binsar H. Simanjuntak “Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Sektor Pemerintahan di Indonesia” pada Kongres XI Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta, 9 Desember 2010.

No comments: