Dalam ilmu manajemen sumber daya manusia, salah satu komponen yang
diperlukan dalam mendukung pencapaian tujuan organisasi dalah penilaian kinerja
pegawai. Menjadi sebuah keniscayaan akan diperlukannya penilaian kinerja
terhadap upaya pencapaian tujuan organisasi. Kinerja yang terukur akan
memudahkan pimpinan dalam melakukan evaluasi terhadap pencapaian-pencapaian
yang telah diraih serta dapat dengan mudah menemukan kelemahan-kelemahan yang
perlu segara diambil tindakan perbaikan.
Di luar penilaian kinerja, menurut saya ada satu komponen yang tidak kalah
penting bahkan inilah yang disebut ‘kinerja’ yang sebenarnya, yaitu pengawasan
kinerja. Penilaian kinerja biasanya hanya dilakukan semesteran atau paling
cepat penilaian bulanan, bahkan untuk Pegawai Negeri Sipil hanya dilakukan satu
tahun sekali melalui penerbitan DP-3 (daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan).
Sedangkan pengawasan kinerja berlaku sepanjang waktu, tidak mengenal periode
pengawasan.
Pengawasan yang paling efektif tentu saja pengawasan melalui keimanan,
bahwa setiap yang kita kerjakan akan ada yang selalu mengawasi yaitu Allah SWT.
Tidak ada pengawasan yang lebih efektif dibanding dengan pengawasan secara
langsung dari Sang Maha Pencipta kita semua.
Dalam tatanan organisasi modern, pengawasan kinerja secara formal dapat
dilakukan salah satunya dengan buku produksi. Instrumen ini akan memberikan
laporan harian mengenai apa yang dikerjakan pegawai pada hari tersebut. Namun
setiap aturan yang dibuat oleh manusia selalu saja ada kelemahannya. Bagaimana
bila tidak ada produk yang harus diproduksi? Apakah berarti pegawai berkinerja
buruk?
Jadi menurut hemat saya, tidak perlu pengawasan-pengawasan bersifat formal
yang berlebihan. Cukup dengan memenej distribusi produksi yang merata dan
kontinyu kepada setiap pegawai. Dengan demikian, dengan sendirinya pegawai akan
selalu menghasilkan produk tanpa ada kapasitas yang menganggur atau idle capacity. Bahkan tidak diperlukan
absensi sampai 3-4 kali sehari untuk mengawasi keberadaan pegawai. Dengan
pegawai mendapatkan distribusi pekerjaan yang memadai maka pegawai akan hadir
tanpa ada keterpaksaan hanya karena absensi. Saya lebih sependapat tentang
teori positif, bahwa setiap orang punya itikad baik, pada dasarnya baik, atau
pada bahasa lainnya selalui berhusnuzon, berprasangka baik. Lingkungan lah yang
akan memproses kepribadiannya, lingkungan lah yang akan mencetak moralnya.
Sebagai pimpinan semestinya pun berinstropeksi, tidak hanya menyalahkan staf
atas kinerja buruk organisasi/perusahaan, apakah sebagai pemimpin telah memberikan
teladan yang baik, dan apakah telah melakukan distribusi pekerjaan dengan baik?
No comments:
Post a Comment