Saya mengenal –mungkin lebih tepat hanya mendengar- istilah mata uang dinar
dan dirham sudah sejak lama, ga tau kapan pastinya. Tetapi benar-benar mengenal
dan mempelajari belum lama ini atau sekitar awal tahun 2011. Konsep mata uang
yang menggunakan emas (untuk dinar) dan perak (untuk dirham) sebagai patokan
nilainya ini telah sangat lama dikenal sebagai alat tukar dalam perdagangan.
Dinar dan dirham telah digunakan oleh masyarakat muslim sejak zaman Rasulullah
SAW hingga tumbangnya kekhalifahan Turki Utsmaniyah pada tahun 1924. Sebelum islam
datang, emas dan perak telah digunakan oleh bangsa Persia, Romawi, Yunani,
Mesir Kuno, Nabataens dan Tubba (Yaman). Spesifikasi dinar emas adalah emas 22
karat dengan berat 4,25 gram sedangkan dirham adalah perak murni dengan berat
2,975 gram. Produksi dinar-dirham di Indonesia antara lain dilakukan oleh
Divisi Logam Mulia PT. Aneka Tambang dan PERURI.
Di awal ketertarikan saya terhadap dinar ini adalah sebagai sarana proteksi
nilai uang, kemudian dipikir-pikir, diitung-itung bagus juga buat sarana
investasi. Melihat fakta tren nilai dinar terhadap uang kertas yang hampir
tidak pernah turun dari tahun ke tahun, menjadi sebuah bukti bahwa dinar
merupakan instrumen proteksi dan investasi yang sangat bisa diandalkan. Sebelum
ber’investasi’ di mata uang dinar ini, saya punya sedikit pengalaman berinvestasi
di perusahaan asuransi dengan konsep link
yang sebagian dari dana premi diinvestasikan pada sektor derivatif seperti
saham.
Fluktuasi nilai saham seperti kita lihat belakangan ini menjadi bukti nyata
betapa rapuhnya arsitektur keuangan global yang banyak mengandalkan produk
derivatif dan sama sekali tidak terkait dengan sektor riil. Nilai uang kertas
atau fiat money semakin lama akan
semakin tergerus karena memang tidak didukung oleh instrumen yang nyata, hanya
pemaksaan nilai dari sebuah regulasi.
Dinar emas telah terbukti selama berabad-abad sebagai mata uang yang andal,
yang akan tetap terjaga nilainya. 1 dinar di zaman Rasulullah SAW bisa untuk
membeli seekor kambing, bagaimana dengan sekarang, sekitar 14 abad kemudian?
sama! 1 dinar bisa untuk membeli seekor kambing bahkan masih ada lebih, kurs
dinar per hari ini saja mencapai Rp. 2.207.564 per 1 dinar.
Sebagai umat islam, kepemilikan dinar ternyata tidak boleh terhenti hanya
pada sarana untuk proteksi dan investasi saja. Lebih dari itu, dinar adalah
sarana dakwah dan sarana pembentukan ekonomi syariah yang sebenarnya. Tanpa
mata uang yang bebas dari fluktuasi dan unsur riba maka ekonomi syariah hanya
lah jargon-jargon yang belum terrealisasi dengan sempurna. Dalam sebuah
tulisannya, Prof. Umar Ibrahim Vadillo, penggagas dan pimpinan World Islamic
Trade Organization (WITO) menguak mengenai fenomena menjamurnya bank islam atau
yang populer dengan sebutan bank syariah. Beliau memaparkan, benarkah bank-bank
islam tersebut memang islami atau hanya sekedar kosmetik saja agar diterima
oleh umat islam? Beliau mengatakan bahwa pada setiap kali bank meminjamkan
sejumlah uang pada periode tertentu, pinjaman tersebut akan mengalami devaluasi
dalam setiap periode peminjaman, hal ini sama dengan tipuan riba! Fakta ini ini
menumbangkan validitas bebas bunga yang dianut oleh bak islam karena
menggunakan uang kertas yang tidak memiliki nilai yang stabil.
Jadi salah satu syarat terbetuknya ekonomi syariah yang sebenarnya adalah
penggunaan mata uang yang stabil, yaitu penggunaan dinar emas – dirham perak.
Oleh karena itu dukungan segenap umat islam akan terbentuknya ekonomi yang
bersandarkan nilai-nilai islam adalah turut serta dalam mempopulerkan
dinar-dirham sebagai mata uang pilihan. Dalam lingkup kecil yang dapat kita
lakukan adalah mengkonversi uang-uang kita ke dalam mata uang tersebut. Pada
suatu saat nanti kita berharap, dengan penggunaan yang semakin meluas akan
semakin mempermudah mewujudkan tatanan perekonomian dunia khususnya di
Indonesia yang bersandarkan pada nilai-nilai syariah.
bacaan:
eramuslimdigest edisi koleksi 8.
2 comments:
sip lah, saya dukung!
oke, dinar emang ga ada matinye..... :2thumbs
Post a Comment